Selasa, 03 Juni 2008

PEMBELAJARAN ADAPTIF

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 9 TAHUN 1995
TENTANG
USAHA KECIL
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang:

1. bahwa negara Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 melaksanakan Pembangunan Nasional yang bertujuan mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur yang merata material dan spiritual bagi seluruh rakyat Indonesia;
2. bahwa untuk mencapai tujuan tersebut Pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat telah dan akan terus melaksanakan Pembangunan Nasional;
3. bahwa dalam Pembangunan Nasional, Usaha Kecil sebagai bagian integral dunia usaha yang merupakan kegiatan ekonomi rakyat mempunyai kedudukan, potensi dan peran yang strategis untuk mewujudkan struktur perekonomian nasional yang makin seimbang berdasarkan demokrasi ekonomi;
4. bahwa sehubungan dengan hal tersebut, Usaha Kecil perlu lebih diberdayakan dalam memanfaatkan peluang usaha dan menjawab tantangan perkembangan ekonomi di masa yang akan datang;
5. bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, untuk memberikan dasar hukum bagi pemberdayaan Usaha Kecil perlu dibentuk Undang-undang tentang Usaha Kecil;

Mengingat:
1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1) dan Pasal 27 ayat (2) dan;
2. Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945

Dengan Persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
UNDANG-UNDANG TENTANG USAHA KECIL
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1. Usaha Kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dan memenuhi kriteria kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan serta kepemilikan sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini;
2. Usaha Menengah dan Usaha Besar adalah kegiatan ekonomi yang mempunyai kriteria kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan lebih besar daripada kekayaan bersih dan hasil penjualan tahunan Usaha Kecil;
3. Pemberdayaan adalah upaya yang dilakukan oleh Pemerintah dunia usaha, dan masyarakat dalam bentuk penumbuhan iklim usaha, pembinaan dan pengembangan sehingga Usaha Kecil mampu menumbuhkan dan memperkuat dirinya menjadi usaha yang tangguh dan mandiri;
4. Iklim usaha adalah kondisi yang diupayakan Pemerintah berupa penetapan berbagai peraturan perundang-undangan dan kebijaksanaan di berbagai aspek kehidupan ekonomi agar Usaha Kecil memperoleh kepastian kesempatan yang sama dan dukungan berusaha yang seluas-luasnya sehingga berkembang menjadi usaha yang tangguh dan mandiri;
5. Pembinaan dan pengembangan adalah upaya yang dilakukan oleh Pemerintah dunia usaha dan masyarakat melalui pemberian bimbingan dan bantuan perkuatan untuk menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan Usaha Kecil agar menjadi usaha yang tangguh dan mandiri;
6. Pembiayaan adalah penyediaan dana oleh Pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat melalui lembaga keuangan bank, lembaga keuangan bukan bank, atau melalui lembaga lain dalam rangka memperkuat permodalan Usaha Kecil;
7. Penjaminan adalah pemberian jaminan pinjaman Usaha Kecil oleh lembaga penjamin sebagai dukungan untuk memperbesar kesempatan memperoleh pembiayaan dalam rangka memperkuat permodalannya;
8. Kemitraan adalah kerja sama usaha antara Usaha Kecil dengan Usaha Menengah atau dengan Usaha Besar disertai pembinaan dan pengembangan oleh Usaha Menengah atau Usaha Besar dengan memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat, dan saling menguntungkan.

BAB II
LANDASAN, ASAS, DAN TUJUAN
Pasal 2
Pemberdayaan Usaha Kecil berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Pasal 3
Pemberdayaan Usaha Kecil diselenggarakan atas asas kekeluargaan.
Pasal 4
Pemberdayaan Usaha Kecil bertujuan:
a. menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan Usaha Kecil menjadi usaha yang tangguh dan mandiri serta dapat berkembang menjadi Usaha Menengah;
b. meningkatkan peranan Usaha Kecil dalam pembentukan produk nasional, perluasan kesempatan kerja dan berusaha, meningkatkan ekspor, serta peningkatan dan pemerataan pendapatan untuk mewujudkan dirinya sebagai tulang punggung serta memperkukuh struktur perekonomian nasional.

BAB III
K R I T E R I A
Pasal 5

1. Kriteria Usaha Kecil adalah sebagai berikut:
a. memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp.200.000.000,- (dua ratus juta rupiah), tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
b. memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah);
c. milik Warga Negara Indonesia;
d. berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Menengah atau Usaha Besar;
e. berbentuk usaha orang perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum, atau badan usaha yang berbadan hukum, termasuk koperasi.
2. Kriteria sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a dan b, nilai nominalnya, dapat diubah sesuai dengan perkembangan perekonomian, yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.

BAB IV
IKLIM USAHA
Pasal 6

1. Pemerintah menumbuhkan iklim usaha bagi Usaha Kecil melalui penetapan peraturan perundang-undangan dan kebijaksanaan meliputi aspek:
a. pendanaan;
b. persaingan;
c. prasarana;
d. informasi;
e. kemitraan;
f. perizinan usaha; dan
g. perlindungan.
2. Dunia usaha dan masyarakat berperan serta secara aktif menumbuhkan iklim usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat(1).


Pasal 7
Pemerintah menumbuhkan iklim usaha dalam aspek pendanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a dengan menetapkan peraturan perundang-undangan dan kebijaksanaan untuk:
a. memperluas sumber pendanaan;
b. meningkatkan akses terhadap sumber pendanaan;
c. memberikan kemudahan dalam pendanaan.

Pasal 8
Pemerintah menumbuhkan iklim usaha dalam aspek persaingan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b dengan menetapkan peraturan perundang-undangan dan kebijaksanaan untuk:
a. meningkatkan kerja sama sesama Usaha Kecil dalam bentuk koperasi, asosiasi, dan himpunan kelompok usaha untuk memperkuat posisi tawar Usaha Kecil;
b. mencegah pembentukan struktur pasar yang dapat melahirkan persaingan yang tidak wajar dalam bentuk monopoli, oligopoli, dan monopsoni yang merugikan Usaha Kecil;
c. mencegah terjadinya penguasaan pasar dan pemusatan usaha oleh orang-perseorangan atau kelompok tertentu yang merugikan Usaha Kecil.

Pasal 9
Pemerintah menumbuhkan iklim usaha dalam aspek prasaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf c dengan menetapkan peraturan perundang-undangan dan kebijaksanaan untuk:
a. mengadakan prasarana umum yang dapat mendorong dan mengembangkan pertumbuhan Usaha Kecil;
b. memberikan keringanan tarif prasarana tertentu bagi Usaha Kecil.

Pasal 10
Pemerintah menumbuhkan iklim usaha dalam aspek informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf d dengan menetapkan peraturan perundang-undangan dan kebijaksanaan untuk:
a. membentuk dan memanfaatkan bank data dan jaringan informasi bisnis;
b. mengadakan dan menyebarkan informasi mengenai pasar, teknologi, desain, dan mutu.

Pasal 11
Pemerintah menumbuhkan iklim usaha dalam aspek kemitraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf e dengan menetapkan peraturan perundang-undangan dan kebijaksanaan untuk:
a. mewujudkan kemitraan;
b. mencegah terjadinya hal-hal yang merugikan Usaha Kecil dalam pelaksanaan transaksi usaha dengan Usaha Menengah dan Usaha Besar.

Pasal 12
Pemerintah menumbuhkan iklim usaha dalam aspek perizinan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf f dengan menetapkan peraturan perundang-undangan dan kebijaksanaan untuk:
a. menyederhanakan tata cara dan jenis perizinan dengan mengupayakan terwujudnya sistem pelayanan satu atap;
b. memberikan kemudahan persyaratan untuk memperoleh perizinan.

Pasal 13
Pemerintah menumbuhkan iklim usaha dalam aspek perlindungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf g dengan menetapkan peraturan perundang-undangan dan kebijaksanaan untuk:
a. menentukan peruntukan tempat usaha yang meliputi pemberian lokasi di pasar, ruang pertokoan, lokasi sentra industri, lokasi pertanian rakyat, lokasi pertambangan rakyat, dan lokasi yang wajar bagi pedagang kaki lima, serta lokasi lainnya;
b. mencadangkan bidang dan jenis kegiatan usaha yang memiliki kekhususan proses, bersifat padat karya, serta mempunyai nilai seni budaya yang bersifat khusus dan turun temurun;
c. mengutamakan penggunaan produk yang dihasilkan Usaha Kecil melalui pengadaan secara langsung dari Usaha Kecil;
d. mengatur pengadaan barang atau jasa dan pemborongan kerja Pemerintah;
e. memberikan bantuan konsultasi hukum dan pembelaan.

BAB V
PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN
Pasal 14
Pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat melakukan pembinaan dan pengembangan Usaha Kecil dalam bidang:
a. produksi dan pengolahan;
b. pemasaran;
c. sumber daya manusia; dan
d. teknologi.

Pasal 15
Pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat melakukan pembinaan dan pengembangan dalam bidang produksi dan pengolahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf a dengan:
a. meningkatkan kemampuan manajemen serta teknik produksi dan pengolahan;
b. meningkatkan kemampuan rancang bangun dan perekayasaan;
c. memberikan kemudahan dalam pengadaan sarana dan prasarana produksi dan pengolahan, bahan baku, bahan penolong, dan kemasan.

Pasal 16
Pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat melakukan pembinaan dan pengembangan dalam bidang pemasaran, baik di dalam maupun di luar negeri, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf b dengan:
a. melaksanakan penelitian dan pengkajian pemasaran;
b. meningkatkan kemampuan manajemen dan teknik pemasaran;
c. menyediakan sarana serta dukungan promosi dan uji coba pasar;
d. mengembangkan lembaga pemasaran dan jaringan distribusi;
e. memasarkan produk Usaha Kecil.

Pasal 17
Pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat melakukan pembinaan dan pengembangan dalam bidang sumber daya manusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf c dengan:
a. memasyarakatkan dan membudayakan kewirausahaan;
b. meningkatkan keterampilan teknis dan manajerial;
c. membentuk dan mengembangkan lembaga pendidikan, pelatihan, dan konsultasi Usaha Kecil;
d. menyediakan tenaga penyuluh dan konsultan Usaha Kecil.

Pasal 18
Pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat melakukan pembinaan dan pengembangan dalam bidang teknologi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf d dengan:
a. meningkatkan kemampuan di bidang teknologi produksi dan pengendalian mutu;
b. meningkatkan kemampuan di bidang penelitian untuk mengembangkan desain dan teknologi baru;
c. memberi insentif kepada Usaha Kecil yang menerapkan teknologi baru dan melestarikan lingkungan hidup;
d. meningkatkan kerjasama dan alih teknologi;
e. meningkatkan kemampuan memenuhi standardisasi teknologi;
f. menumbuhkan dan mengembangkan lembaga penelitian dan pengembangan di bidang desain dan teknologi bagi Usaha Kecil.
Pasal 19
1. Pembinaan dan pengembangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14, yang menyangkut tata cara, bobot, intensitas, prioritas, dan jangka waktu pembinaan dan pengembangannya, dilaksanakan dengan memperhatikan klasifikasi dan tingkat perkembangan Usaha Kecil yang bersangkutan.
2. Ketentuan mengenai tata cara, bobot, intensitas, prioritas, dan jangka waktu pembinaan dan pengembangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 20
1. Usaha Kecil yang telah dibina dan berkembang menjadi Usaha Menengah masih dapat diberikan pembinaan dan pengembangan dalam jangka waktu paling lama tiga tahun.
2. Pemerintah menetapkan bidang pembinaan dan pengembangan yang masih perlu diberikan kepada Usaha Menengah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
3. Usaha Kecil yang telah dibina dan berkembang menjadi Usaha Menengah tetap dapat menempati lokasi usaha dan melakukan kegiatan usaha yang dicadangkan.

BAB VI
PEMBINAAN DAN PENJAMINAN
Pasal 21
Pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat menyediakan pembiayaan yang meliputi:
a. kredit perbankan;
b. pinjaman lembaga keuangan bukan bank;
c. modal ventura;
d. pinjaman dari dana penyisihan sebagian laba badan usaha milik negara (BUMN);
e. hibah; dan
f. jenis pembiayaan lainnya.

Pasal 22
Untuk meningkatkan akses Usaha Kecil terhadap pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dilakukan dengan:
a. meningkatkan kemampuan dalam pemupukan modal sendiri;
b. meningkatkan kemampuan menyusun studi kelayakan;
c. meningkatkan kemampuan manajemen keuangan;
d. menumbuhkan dan mengembangkan lembaga penjamin.

Pasal 23
1. Pembiayaan bagi Usaha Kecil dapat dijamin oleh lembaga penjamin yang dimiliki Pemerintah dan/atau swasta.
2. Lembaga penjamin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) menjamin pembiayaan Usaha Kecil dalam bentuk:
a. penjaminan pembiayaan kredit perbankan;
b. penjaminan pembiayaan atas bagi hasil;
c. penjaminan pembiayaan lainnya.

Pasal 24
Lembaga penjamin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 terdiri atas:
a. lembaga penjamin yang dibentuk berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
b. lembaga lainnya yang ditetapkan sebagai lembaga penjamin.

Pasal 25
Pembiayaan dan penjaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan 23 yang menyangkut alokasi, tata cara, prioritas, serta jangka waktu pembiayaan dan penjaminan dilaksanakan dengan memperhatikan klasifikasi dan tingkat perkembangan Usaha Kecil.


BAB VII
KEMITRAAN
Pasal 26

1. Usaha Menengah dan Usaha Besar melaksanakan hubungan kemitraan dengan Usaha Kecil, baik yang memiliki maupun yang tidak memiliki keterkaitan usaha.
2. Pelaksanaan hubungan kemitraan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diupayakan ke arah terwujudnya keterkaitan usaha.
3. Kemitraan dilaksanakan dengan disertai pembinaan dan pengembangan dalam salah satu atau lebih bidang produksi dan pengolahan, pemasaran, permodalan, sumber daya manusia, dan teknologi.
4. Dalam melakukan hubungan kemitraan kedua belah pihak mempunyai kedudukan hukum yang setara.

Pasal 27
Kemitraan dilaksanakan dengan pola:
a. inti-plasma ;
b. subkontrak ;
c. dagang umum ;
d. waralaba ;
e. keagenan; dan
f. bentuk-bentuk lain.

Pasal 28
Usaha Kecil yang melaksanakan hubungan kemitraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 adalah usaha yang telah terdata dan pengelolaannya sebagian besar dilakukan oleh Warga Negara Indonesia.
Pasal 29
Hubungan kemitraan dituangkan dalam bentuk perjanjian tertulis yang sekurang-kurangnya mengatur bentuk dan lingkup kegiatan usaha kemitraan, hak dan kewajiban masing-masing pihak, bentuk pembinaan dan pengembangan, serta jangka waktu dan penyelesaian perselisihan.
Pasal 30
Pelaksanaan hubungan kemitraan yang berhasil antara Usaha Menengah atau Usaha Besar dengan Usaha Kecil ditindaklanjuti dengan kesempatan pemilikan saham Usaha Menengah atau Usaha Besar oleh Usaha Kecil mitra usahanya dengan harga yang wajar.
Pasal 31
Dalam pelaksanaan hubungan kemitraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26, Usaha Menengah atau Usaha Besar dilarang memiliki dan/atau menguasai Usaha Kecil mitra usahanya.

Pasal 32
Ketentuan mengenai tata cara pelaksanaan kemitraan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

BAB VIII
KOORDINASI DAN PENGENDALIAN
Pasal 33

1. Presiden menunjuk Menteri yang membidangi Usaha Kecil yang bertanggung jawab atas, serta mengkoordinasikan dan mengendalikan pemberdayaan Usaha Kecil.

2. Untuk memantapkan koordinasi dan pengendalian, Presiden dapat membentuk lembaga koordinasi dan pengendalian pemberdayaan Usaha Kecil yang dipimpin oleh Menteri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dengan anggota-anggotanya terdiri dari unsur Pemerintah, pengusaha, tenaga ahli, tokoh dan lembaga swadaya masyarakat.

3. Koordinasi dan pengendalian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), meliputi penyusunan kebijaksanaan dan program pelaksanaan, pemantauan, evaluasi serta pengendalian umum terhadap pelaksanaan pemberdayaan Usaha Kecil.

BAB IX
KETENTUAN UMUM
Pasal 34
Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum dengan mengaku atau memakai nama usaha kecil sehingga memperoleh fasilitas kemudahan dana, keringanan tarif, tempat usaha, bidang dan kegiatan usaha, atau pengadaan barang dan jasa atau pemborongan pekerjaan Pemerintah yang diperuntukan dan dicadangkan bagi Usaha Kecil yang secara langsung atau tidak langsung menimbulkan kerugian bagi Usaha Kecil diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak Rp.2.000.000.000,- (dua milyar rupiah).

Pasal 35
Perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 adalah tindak pidana kejahatan.

BAB X
SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 36

1. Usaha Menengah atau Usaha Besar yang dengan sengaja melanggar ketentuan Pasal 31 dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan izin usaha dan atau denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,- (lima milyar rupiah) oleh instansi yang berwenang.
2. Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 dilakukan oleh atau atas nama badan usaha, dapat dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan sementara atau pencabutan tetap izin usaha oleh instansi berwenang.

BAB XI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 37
Dengan berlakunya Undang-undang ini, seluruh peraturan perundang undangan yang berkaitan dengan pengaturan Usaha Kecil dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-undang ini.

Pasal 38
Undang-undang ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta
pada tanggal 26 Desember 1995
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
SOEHARTO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 26 Desember 1995
MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
ttd.
MOERDIONO
Catatan:
Undang-undang ini kami salin kembali dari sumber aslinya pada ‘peraturan perundangan-undangan pertanian’ website Departemen Pertanian
http://dokumen.deptan.go.id/doc/BDD2.nsf/cbc531355f63c30b4725666100335da1/b4912b4d91a6d77547256aa00024962b?OpenDocument

Tidak ada komentar: