Minggu, 21 Desember 2008

Kegiatan Remedial

KEGIATAN REMEDIAL
By: Purwo Sutanto

Menurut Random House Webster’s College Dictionary (1991) remedial diartikan sebagai intended to improve poor skill in specified field, kegiatan yang dilaksanakan untuk memperbaiki ketrampilan yang kurang baik dalam suatu bidang tertentu. Kalau dikaitkan dengan kegiatan pembelajaran, kegiatan remedial dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang dilaksanakan untuk memperbaiki kegiatan pembelajaran yang kurang berhasil. Kekurangberhasilan pembelajaran ini biasanya ditunjukkan oleh ketidakberhasilan siswa dalam menguasai materi yang dibahas dalam kegiatan pembelajaran. Dari pengertian ini maka kegiatan pembelajaran dianggap sebagai kegiatan remedial apabila kegiatan pembelajaran tersebut ditujukan untuk membantu siswa yang mengalai kesulitan dalam memahami materi pelajaran.
Kalau kita melaksanakan her (ujian ulangan) apakah dapat dikatakan sebagai kegiatan remedial. Kegiatan her dapat dianggap sebagai bagian kegiatan remedial apabila sebelum her diberikan, guru melaksanakan kegiatan pembelajaran yang membantu siswa memahami materi pelajaran yang belum dikuasainya. Tetapi apabila guru langsung memberikan ujian ulang tanpa melakukan pembelajaran tambahan yang membantu siswa mengatasi kesulitan yang dihadapinya, maka pelaksanaan her tersebut tidaklah termasuk kegiatan remedial.

Fungsi Kegiatan Remedial

Sebagai salah satu upaya membantu siswa yang mengalami kesulitan belajar, kegiatan remedial memiliki beberapa fungsi yang penting bagi keseluruhan proses pembelajaran. Warkitri dkk, (1991) menyebutkan enam fungsi kegiatan remedial dalam kaitannya dengan proses pembelajaran, yaitu: korektif, pemahaman, penyesuaian, pengayaan, akselerasi dan terapeutik.
Kegiatan remedial mempunyai fungsi korektif bagi kegiatan pembelajaran karena melalui kegiatan remedial guru memperbaiki cara mengajarnya dan siswa memperbaiki cara belajarnya. Berdasarkan hasil analisis kesulitan belajar siswa, guru memperbaiki berbagai aspek proses pembelajaran, mulai dari rumusan tujuan, materi pelajaran, kegiatan pembelajaran , dan evaluasi. Dalam kegiatan remedial guru merumuskan kebali tujuan pembelajaran sesuai dengan taraf kemampuan siswa; mengorganisasikan kembali materi pelajaran sesuai dengan taraf kemampuan siswa; memilih dan menerapkan berbagai alat bantu pengajaran utk mempermudah siswa memahami materi pelajaran yang disajikan; dan sebagainya.
Kegiatan remedial mempunyai fungsi pemahaman karena dalam kegiatan remedial akan terjadi proses pemahaman baik pada diri guru maupun diri siswa. Bagi guru, untuk melaksanakan kegiatan remedial, guru terlebih dahulu harus memahami kelebihan dan kelemahan kegiatan pembelajaran yang telah dilakukannya. Sebelum guru menentukan jenis kegiatan remedial yang akan dilaksanakan, guru terlebih dahulu harus mengevaluasi kegiatan pembelajaran yang telah dilaksanakannya. Apakah metode, media yang digunakan telah membaantu mempermudah pemahaman siswa. Bagi siswa, melalui kegiatan remedial mereka akan lebih memahami kelebihan dan kelemahan cara belajarnya. Sebelum kegiatan remedial, guru mengajak siswa untuk mengevaluasi kegiatan belajarnya. Apa yang mereka lakukan selama kegiatan pembelajaran ? apakah mereke memperhatikan penjelasan guru dengan seksama? Apakah tugas yang diberikan dikerjakan dengan sungguh-sungguh?
Kegiatan remedial memiliki fungsi penyesuaian karena pelaksanaan kegiatan remedial disesuaikan dengan kesulitan dan karakteristik individu siswa yang mengalami kesulitan belajar. Tujua dan materi pelajaran disesuaikan dengan kesulitan yang dihadapi individu siswa. Kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan menerapkan kekuatan yang dimiliki siswa melalui penerapan berbagai metode mengajar dan alat pengajaran. Semua aspek kegiatan remedial disesuaikan dengan kemampuan dan karakteristik individu siswa, agar siswa tidak lagi merasa terbebani dengan kegiatan pembelajaran bahkan menjadi termotivasi.
Kegiatan remedial mempunyai fungsi pengayaan bagi proses pembelajaran karena melalui kegiatan remedial guru memanfaatkan sumber belajar, metode mengajar atau alat bantu pengajaran yang lebih bervariasi dari yang diterapkan guru dalam pembelajaran biasa. Dalam kegiatan remedial guru dapat meminta siswa untuk membaca referensi lain yang ada kaitannya dengan materi yang belum dipahami. Atau siswa diminta mengulang kembali penjelasan konsep melalui diskusi atau kerja kelompok.
Kegiatan remedial memiliki fungsi akselerasi terhadap proses pembelajaran karena melalui keem guru dapat mempercepat penguasaan siswa terhadap materi pelajaran. Dengan menambah waktu dan frekuensi pembelajaran, guru telah mempercepat proses penguasaan materi pelajaran oleh siswa. Tanpa kegiatan remedial, siswa yang mengalami kesulitan dalam memahami materi pelajaran akan semakin tertinggal oleh teman-temannya yang telah menguasai materi pelajaran.
Kegiatan remedial mempunyai fungsi terapeutik karena melalui kegiatan remedial guru dapat membantu mengatasi kesulitan siswa yang berkaitan dengan aspek sosial-pribadi. Biasanya siswa yang merasa dirinya kurang berhasil dalam belajar sering merasa rendah diri atau terisolasi dalam pergaulan dengan teman-temannya. Dengan membantu siswa mencapai prestasi belajar yang lebih baik melalui kegiatan remedial berarti guru telah membantu siswa meningkatkan rasa percaya diri.

Prosedur Kegiatan Remedial
Secara ringkas bahwa prosedur kegiatan remedial dapat meliputi langkah-langkah sebagai berikut :
1. Analisis hasil diagnosis melalui kegiatan analisis nilai/ hasil evaluasi atau uji kompetensi sesuai materi pelajaran (kompetensi yang telah diajarkan dan dievaluasi). Dari hasil analisis diagnosis ini diketahui siapa yang mengalami kesulitan penguasaan kompetensi (materi belajar) dan sub materi belajar (sub kompetensi) mana yang belum dikuasai oleh siswa.
2. Identifikasi penyebab kesulitan, baik pada diri siswa maupun pada diri guru. Guru harus melakukan self introspeksi dalam kaitan kegiatan pembelajaran, sehingga dapat diketemukan bantuan yang tepat kepada siswa yang mengalami kesulitan dalam menguasai pelajaran. Identifikasi penyebab kesulitan pada diri siswa oleh guru dapat dilakukan dengan cara membuat observasi dan menganalisa buku catatan (kecil) kejadian kegiatan pembelajaran harian.
3. Menyusun rencana remedial (identik dengan RPP tetapi untuk Remedial) yang meliputi kegiatan; merumuskan tujuan pembelajaran; menentukan materi pelajaran sesuai dengan tujuan yang telah dirumuskan; memilih metode penyampaian sesuai dengan karakteristik siswa; merencanakan waktu yang diperlukan untuk menyampaikan materi pelajaran; menentukan jenis, prosedur, dan alat penilaian untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa.
4. Melaksanakan kegiatan remedial.
5. Menilai kegiatan remedial (Evaluasi). Jika dari hasil evaluasi kegiatan remedial ternyata siswa juga belum bisa mencapai tujuannya, maka guru harus mengulang membuat kegiatan remedial kembali.

Jenis-Jenis Kegiatan Remedial
Banyak kegiatan yang dapat dilakukan guru untuk membantu siswa yang mengalami kesulitan dalam menguasai materi pelajaran. Berikut ini beberapa bentuk kegiatan remedial sebagaimana yang dikemukakan oleh Suke (1991):
1. Mengajarkan kembali, yaitu guru menjelaskan kembali materi yang belum dipahami dikuasai siswa. Apabila siswa kurang memahami konsep, guru harus banyak memberikan contoh dalam menerapkan konsep tersebut atau banyak memberikan latihan yang menuntut siswa menerapkan konsep yang sedang dibahas.
2. Menggunakan alat peraga, terutama untuk memudahkan memahami konsep yang belum dikuasainya, dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mencoba/menggunakan alat peraga tersebut.
3. Kegiatan kelompok. Diskusi atau kerja kelompok dapat digunakan guru untuk membantu siswa yang mengalami kesulitan memahami materi pelajaran. Hal yang perlu diperhatikan dalam pengelompokan siswa adalah menentukan anggota kelompok. Diusahakan dalam setiap kelompok ada salah satu siswa yang lebih menguasai materi dan mampu menjelaskan kepada anggota kelompoknya.
4. Tutorial. Dalam hal ini guru meminta bantuan siswa lain yang lebih pandai untuk membantu siswa yang menghadapi kesulitan dalam memahami materi pelajaran. Siswa yang ditunjuk bisa diambilkan dari kelas yang lebih tinggi. Tutorial sebaya bisa digunakan untuk pengayaaan bagi siswa yang telah lebih dahulu kompeten.
5. Sumber belajar yang relevan, yaitu siswa disuruh membaca literatur lain yang sejenis materinya, khususnya yang membahas materi belajar yang belum dikuasainya. Kegiatan ini juga dapat diterapkan untuk proses pengayaan bagi siswa yang telah lebih menguasai materi pelajaran (siswa yang telah kompeten).
Sumber: Suciati dkk., 2005, Modul Belajar dan Pembelajaran II. Jakarta: Universitas Terbuka.

Pengembangan Kurikulum

Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran
by: Purwo Sutanto
Pengertian dan fungsi kurikulum
Menurut pandangan tradisional, kurikulum adalah sejumlah pelajaran yang harus ditempuh murid di suatu sekolah. Hal ini menimbulkan kesan seolah-olah belajar di sekolah hanya sekedar mempelajari buku-buku teks yang sudah ditentukan sebagai bahan pelajaran. Kurikulum tradisional membeda-bedakan kegiatan belajar yang termasuk ke dalam kegiatan kurikulum, kegiatan penyertaan kurikulum dan kegiatan di luar kurikulum. Kegiatan-kegiatan belajar selain mempelajari sejumlah mata pelajaran yang sudah ditentukan, bukan termasuk pada kegiatan kurikulum. Bila kegiatan itu merupakan penunjang atau penyertaan dalam mempelajari suatu mata pelajaran tertentu dan kurikulum, ini dianggap sebagai kurikulum penyerta (co-cunicular activities). Contohnya kegiatan praktek kimia, ftsika, atau biologi di laboratorium; kunjungan ke suatu museum untuk pembelajaran sejarah, dan sebagainya. Bila kegiatan itu tidak termasuk pelajaran dan juga bukan penyerta, maka dimasukkan pada kegiatan di luar kurikulum (extracurricular activities), seperti pramuka, olahraga, dan sebagainya.
Sedangkan menurut pandangan modem, kurikulum lebih dan sekedar rencana pelajaran. Kurikulum di sini dianggap sebagai sesuatu yang nyata terjadi dalam proses pendidikan di sekolah. Pandangan ini bertolak dari sesuatu yang bersifat aktual sebagai suatu proses. Dalam pendidikan kegiatan yang dilakukan murid dapat memberikan pengalaman belajar, antara lain mulai dari mempelajari sejumlah mata pelajaran, berkebun, olahraga, pramuka, bahkan pergaulan sesama murid maupun guru dan petugas sekolah dapat memberikan pengalaman belajar yang bermanfaat. Semua pengalaman belajar yang diperoleh dari sekolah itu dipandang sebagai kurikulum. Atas dasar ini, inti kurikulum sebenarnya adalah pengalaman belajar. Pengalaman belajar itu banyak kaitannya dengan melakukan berbagai kegiatan, interaksi sosial di lingkungan sekolah, proses kerja sama dalam kelompok, bahkan interaksi dengan lingkungan fisik, seperti gedung sekolah, tata ruang sekolah, murid memperoleh berbagai pengalaman. Dengan demikian pengalaman itu bukan sekedar mempelajari mata pelajaran, tetapi yang terpenting adalah pengalaman kehidupan. Semua ini dicakup dalam pengertian kurikulum.
Kurikulum resmi sebenarnya meruipakan sesuatu yang ideal. Setiap idealitas ada yang dapat tercapai dan ada juga yang tidak. Keberhasilan suatu upaya ditentukan oleh berbagai faktor. Faktor yang paling mendasar adalah kemampuan seseorang melakukan upaya dalam mewujudkan apa yang diinginkan. Orang yang bertanggungjawab langsung dalam mewujudkan apa yang tertuang dalam kurikulum resmi adalah guru. Hal ini disebabkan guru merupakan orang yang bertuga melaksanakan serta mengembangkan kurikulum di kelas. Dengan adanya kurikulum resmi seorang guru diharapkan dapat merumuskan bahan sesuai dengan apa yang telah diprogramkan. Dengan demikian kurikulum ebrfungsi sebagai pedoman bagi guru dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari di sekolah.
Para guru setiap berkecimpung dengan tugas hariannya di sekolah sangat erat dengan buku teks atau buku pelajaran. Ada yang berpendapat bahwa kurikulum itu lebih dulu ada daripada buku teks, ada pula yang berpendapat sebaliknya. Pada kenyataannya, buku teks adalah sarana belajar yang biasa digunakan disekolah-sekolah untuk menunjang suatu program pembelajaran dalam rangka mewujudkan tujuan kurikulum. Ibarat masakan, kurukulum adalah resep masakan, buku teks adalah bahan masakan dan juru masaknya adalah para guru.

Isi kurikulum
Menurut Taba bahwa suatu kurikulum terdiri dari atas ; tujuan, isi/materi, pola/ strategi pembelajaran, dan evaluasi.
Tujuan kurikulum menggambarkan kualitas manusia yang diharapkan terbina dari suatu proses pendidikan. Dengan demikian suatu tujuan memberikan petunjuk mengenai arah perubahan yang dicita-citakan dari suatu kurikulum. Tujuan yang jelas akan memberi petunjuk yang jelas pula terhadap pemilihan isi/bahan ajar, strategi pembelajaran, media, dan evaluasi. Bahkan dalam berbagai model pengembangan kurikulum, tujuan dianggap sebagai dasar, arah, dan patokan dalam menentukan komponen-komponen yang lainnya. Tujuan yang harus dicapai dalam pendidikan di Indonesia bersifat hierarkis, yang terdiri atas Tujuan Pendidikan Nasional, Tujuan Institusional, Tujuan Mata Pelajaran, dan Tujuan Instruksional (Umum dan Khusus).
Isi kurikulum yaitu pengalaman belajar yang diperoleh siswa dari sekolah. Dalam hal ini siswa melakukan berbagai kegiatan dalam rangka memperoleh pengalaman tersebut. Pengalaman-pengalaman ini dirancang dan diorganisasikan sedemikian rupa sehingga apa yang diperoleh siswa sesuai dengan tujuan. Isi kurikulum menempati posisi yang penting dan turut menentukan kualitas pendidikan. Secara umum isi/materi kurikulum merupakan pengetahuan ilmiah yang terdiri atas fakta, konsep, prinsip, dan keterampilan yang perlu diberikan kepada siswa. Pengetahuan ilmiah tersebut jumlahnya sangat banyak dan tidak mungkin semuanya dijadikan sebagai isi kurikulum. Oleh karena itu, perlu diadakan pilihan-pilihan. Untuk menentukan pengetahuan mana saja yang akan dijadikan isi kurikulum, diperlukan berbagai kriteria.
Ada beberapa kendala yang sering menyebabkan kegagalan dalam pelaksanaan kurikulum di sekolah, yakni guru dalam proses pembelajaran hanya menyampaikan materi yang bersifat fakta, tidak bersifat prinsip. Memang tidak mudah untuk menentukan mana prinsip, mana yang bersifat fakta. Untuk itu dalam menentukan isi kurikulum diperlukan keahlian seseorang dalam sesuatu bidang atau mata pelajaran tertentu. Dengan keahlian itulah dapat dikaji struktur bahan yang menjadi isi kurikulum.
Metode atau proses pembelajaran yaitu cara siswa memperoleh pengalaman belajar untuk mencapai tujuan. Metode berkenaan dengan proses pencapaian tujuan sedangkan proses itu sendiri bertaliana dengan bagaimana pengalaman belajar atau isi kurikulum diorganisasikan. Setiap bentuk organisasi yang digunakan membawa dampak terhadap proses memperoleh pengalaman yang dilaksanakan. Untuk itu perlu ada kriteria pola organisasi kurikulum yang efektif. Kriteria dalam merumuskan organisasi kurikulum yang efektif menurut Tyler adalah; berkesinambungan, berurutan dan keterpaduan.
Berkesinambungan yaitu adanya pengulangan kembali unsur-unsur utama kurikulum secara vertikal. Sebagai contoh jika dalam pelajaran Bahasa Indonesia, pengembangan ketrampilan membaca dipandang sebagai sesuatu yang sangat penting maka latihan membaca perlu dilakukan secara terus-menerus. Dengan demikian ketrampilan siswa dalam membaca dapat berkembang secara efektif melalui pelajaran di sekolah.
Berurutan artinya bahwa isi kurikulum diorganisasikan dengan cara mengurutkan bahan pelajaran sesuai dengan tingkat kedalaman atau keluasan yang dimiliki. Dikembangkan dari yang sederhana menuju ke yang lebih komplek sejalan dengan tingkat-tingkatannya.
Keterpaduan yaitu adanya penggabungan yang menunjukkan hubungan horisontal pengalaman belajar yang menjadi isi kurikulum sehingga dapat membantu siswa memperoleh pengalaman itu dalam satu kesatuan. Dengan demikian ketrampilan yang diperoleh sebagai pengalaman belajar tidak berdiri sendiri, melainkan dapat diterapkan dalam berbagai bidang.
Pada dasarnya ada dua jenis strategi pembelajaran, yaitu strategi pembelajaran yang berorientasi kepada guru (teacher oriented) dan yang berorientasi kepada siswa (student oriented). Strategi pertama disebut model ekspositori atau model informasi, sedangkan strategi kedua disebut model inkuiri atau problem solving. Strategi mana yang digunakan atau dipilih biasanya diserahkan sepenuhnya kepada guru dengan mempertimbangkan hakikat tujuan, sifat bahan/isi, dan kesesuaian dengan tingkat perkembangan siswa.
Evaluasi kurikulum yaitu cara untuk mengetahui apakah sasaran yang ingin dituju dapat tercapai atau tidak di damping itu, evaluasi juga berguna untuk menilai apakah proses kurikulum berjalan secara optimal atau tidak Komponen evaluasi ditujukan untuk menilai pencapaian tujuan kurikulum dan menilai proses implementasi kurikulum secara keseluruhan. Hasil evaluasi kurikulum dapat dijadikan umpan balik untuk mengadakan perbaikan dan penyempurnaan kurikulum. Selain itu, hasil evaluasi dapat dijadikan sebagai masukan dalam penentuan kebijakan-kebijakan pengambilan keputusan tentang kurikulum dan pendidikan. Gambaran yang komprehensif mengenai kualitas suatu kurikulum, dapat dilihat dari komponen program, komponen proses pelaksanaan, dan komponen hasil yang dicapai.
Evaluasi kurikulum harus dilaksanakan secara terus-menerus. Untuk itu, terlebih dahulu perlu ditetapkan secara jelas apa yang akan dievaluasi, dengan menggunakan acuan dan kriteria yang jelas pula. Sehubungan itu perlu ditetapkan dua sasaran utama dalam evaluasi yaitu; evaluasi terhadap produk kurikulum dan evaluasi terhadap proses kurikulum. Kedua macam evaluasi ini sangat penting untuk peninjauan kembali (revisi) terhadap pelaksanaan kurikulum sehingga mencapai hasil yang optimal.
Menurut Tyler, ada empat pertanyaan yang perlu dijawab dalam peroses pengembangan kurilukum dan pembelajaran, yaitu:
1. Apa tujuan yang ingin dicapai?
2. Pengalaman belajar apa yang perlu disiapkan untuk mencapai tujuan?
3. Bagaimana pengalaman belajar itu diorganisasikan secara efektif?
4. Bagaimana menentukan keberhasilan pencapaian tujuan itu.
Menurut Tyler tersebut maka pembelajaran tidah sebatas hanya pada proses pembelajaran terhadap satu bahan tertentu saja, melainkan dapat pula diterapkan dalam pembelajaran untuk satu bidang studi atau pembelajaran di sekolah. Sehingga kita dapat mengembangkan kurikulum untuk sekolah, kurikulum bidang studi ataupun kurikulum untuk bahan pelajaran tertentu.
Atas dasar pandangan Tyler ini, sebagai guru dapat mengembangkan kurikulum untuk berbagai tujuan. Namun satu hal yang perlu dijadikan dasar dalam pengembangan kurikulum yaitu bahwa semua keputusan yang dibuat haruslah mempunyai landasan berpijak yang kokah. Ini dimaksudkan agar kurikulum yang dibuat dapat menuntun siswa mencapai tujuan jangka pendek. Pencapaian tujuan jangka pendek ini dapat dijakikan alat untuk mencapai tujuan pendidikan jangka panjang.

Landasan Pengembangan Kurikulum

Landasan pengembangan kurikulum pada hakikatnya merupakan faktor yang harus diperhatikan dan dipertimbangkan pada waktu mengembangkan suatu kurikulum lembaga pendidikan, baik di lingkungan sekolah maupun luar sekolah. Secara umum terdapat tiga aspek pokok yang mendasari pengembangan kurikulum tersebut, yaitu landasan filosofis, landasan psikologis, dan landasan sosiologis.
Landasan filosofis berkaitan dengan pentingnya filsafat dalam membina dan mengembangkan kurikulum pada suatu lembaga pendidikan. Filsafat ini menjadi landasan utama bagi landasan lainnya. Perumusan tujuan dan isi kurikulum pada dasarnya bergantung pada pertimbangan-pertimbangan filosofis. Pandangan filosofis yang berbeda akan mempengaruhi dan mendorong aplikasi pengembangan kurikulum yang berbeda pula. Berdasarkan landasan filosofis ini ditentukan tujuan pendidikan nasional, tujuan institusional, tujuan bidang studi, dan tujuan instruksional.
Landasan psikologis terutama berkaitan dengan psikologi/teori belajar (psychology/ theory of learning) dan psikologi perkembangan (developmental psychology). Psikologi belajar memberikan kontribusi dalam hal bagaimana kurikulum itu disampaikan kepada siswa dan bagaimana pula siswa harus mempelajarinya. Dengan kata lain, psikologi belajar berkenaan dengan penentuan strategi kurikulum. Sedangkan psikologi perkembangan diperlukan terutama dalam menentukan isi kurikulum yang diberikan kepada siswa agar tingkat keluasan dan kedalamannya sesuai dengan taraf perkembangan siswa tersebut.
Landasan sosiologis dijadikan sebagai salah satu aspek yang harus dipertimbangkan dalam pengembangan kurikulum karena pendidikan selalu mengandung nilai atau norma yang berlaku dalam masyarakat. Di samping itu, keberhasilan suatu pendidikan dipengaruhi oleh lingkungan kehidupan masyarakat, dengan segala karakteristik dan kekayaan budayanya yang menjadi dasar dan acuan bagi pendidikan/kurikulum. Ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) sebagai produk kebudayaan diperlukan dalam pengembangan kurikulum sebagai upaya menyelaraskan isi kurikulum dengan perkembangan dan kemajuan yang terjadi dalam dunia Iptek.

Pendekatan dan Model Pengembangan Kurikulum
Secara umum, model pendekatan pengembangan kurikulum terdiri atas (a) pendekatan administratif (administrative approach), yaitu pendekatan pengembangan kurikulum dengan sistem komando dari atas ke bawah (top-down), dan (b) pendekatan akar rumput (grassroots approach), yaitu pendekatan pengembangan kurikulum yang diawali oleh inisiatif dari bawah lalu disebarluaskan pada tingkat yang lebih luas (bottom up).
Pada dimensi lain, pendekatan pengembangan kurikulum terdiri atas (a) pendekatan mata pelajaran, yang bertolak dari disiplin ilmu, (b) pendekatan interdisipliner, yang mencoba menggabungkan beberapa mata pelajaran sejenis dalam bentuk broadfield, dan (c) pendekatan integratif, yang memadukan seluruh mata pelajaran dalam bentuk yang tidak terpisah-pisah.
Model pengembangan kurikulum pada intinya merupakan proses pembuatan keputusan untuk merevisi suatu program kurikulum. Tyler mengembangkan suatu model pengembangan kurikulum melalui empat komponen fundamental yang berhubungan dengan: (a) tujuan pendidikan yang ingin dicapai, (b) pengalaman belajar untuk mencapai tujuan, (c) pengorganisasian pengalaman belajar, dan (d) pengembangan evaluasi. Hilda Taba menitikberatkan model pengembangan kurikulum sebagai suatu proses perbaikan dan penyempurnaan kurikulum, dengan lima langkah sebagai berikut. (a) Mengembangkan pilot unit; (b) Uji coba unit eksperimen untuk memperoleh data validasi; (c) Revisi dan konsolidasi unit eksperimen; (d) Mengembangkan kerangka kurikulum; dan (e) Implementasi dan diseminasi kurikulum.
Oliva memunculkan model pengembangan kurikulum yang memiliki sifat sederhana, komprehensif dan sistematik. Model Oliva ini bisa digunakan untuk keperluan (a) penyempurnaan kurikulum sekolah dalam bidang-bidang khusus seperti bidang studi tertentu di sekolah, baik dalam tataran perencanaan kurikulum maupun dalam proses pembelajarannya, (b) pembuatan keputusan dalam merancang suatu program kurikulum, dan (c) pengembangan program pembelajaran secara lebih khusus. Sedangkan Beauchamp mengembangkan model kurikulum dengan lima langkah sebagai berikut. (a) Penetapan area perubahan kurikulum; (b) Penetapan pihak-pihak yang akan terlibat dalam proses pengembangan kurikulum; (c) Penetapan prosedur yang akan ditempuh; (d) Implementasi kurikulum; dan (e) Pelaksanaan evaluasi kurikulum.

Langkah-langkah Pengembangan Kurikulum
Ada beberapa langkah yang harus dikembangkan dalam pengembangan kurikulum, yaitu analisis dan diagnosis kebutuhan, perumusan tujuan, pemilihan dan pengorganisasian materi, pemilihan dan pengorganisasian pengalaman belajar, dan pengembangan alat evaluasi.
Analisis dan diagnosis kebutuhan dilakukan dengan mempelajari tiga hal, yaitu kebutuhan siswa, tuntutan masyarakat/dunia kerja, dan harapan-harapan dari pemerintah. Adapun caranya dapat dilakukan melalui survei kebutuhan, studi kompetensi, dan analisis tugas. Langkah pengembangan kurikulum selanjutnya setelah seperangkat kebutuhan tersusun adalah perumusan tujuan, pemilihan dan pengorganisasian materi, pemilihan dan pengorganisasian pengalaman belajar, serta pengembangan alat evaluasi.

Tingkatan Dalam Pengembangan Kurikulum

Pengembangan kurikulum berlaku pada tingkat institusional, tingkat mata pelajaran, dan tingkat operasional.
Pengembangan kurikulum pada tingkat institusional meluputi kegiatan pengembangan tujuan-tujuan institusional dan struktur program. Yang dimaksud dengan pengembangan tujuan institusional adalah pengembangan tujuan lembaga pendidikan yang bersangkutan. Misalnya tujuan pendidikan SD, tujuan pendidikan SMP dan sebagainya. Yang dimaksud dengan pengembangan struktur program adalah pengembangan jenis-jenis program pendidikan , jenis mata pelajaran, sebaran masing-masing mata pelajaran pada berbagai tingkatan kelas, dan alokasi waktu setiap bidang studi.
Setelah bidang studi atau mata pelajaran ditentukan, tingkat selanjutnya adalah mengembangkan Garis Besar Program Pengajaran (GBPP) tiap matapelajaran. Berikut ini beberapa langkah yang dapat ditempuh dalam mengembangan kurikulum pada tingkat mata pelajaran.
1. Menetapkan tujuan-tujuan kurikuler dan Tujuan Instruksional Umum (TIU) tiap bidang studi/ mat apelajaran.
2. Mengidentifikasi topik-topik atau pokok bahasan yang diperkirakan dapat dijadikan bahan untuk dipelajari siswa agar mencapai tujuan yang telah dirumuskan. Cara yang ditempuh untuk mengidentifikasi topik-topik yang hendak dijadikan bahan adalah:
a. Menganalisis setiap tujuan untuk mengetahui hakekat yang ingin dicapai dan menganalisis sumber tujuan dari tujuan yang lebih umum atau lebih tinggi.
b. Mengidentifikasi topik yang diperkirakan dapat dijadikan bahan dalam proses pencapaian tujuan.
3. Memilih topik-topik atau pokok bahasan yang paling relevan, fungsional, efektif, dan komprehensif bagi pencapaian tujuan yang telah diidentifikasi. Yang dimaksud dengan topik yang relevan adalah topik yang benar-benar berisi hal-hal yang dimaksud oleh suatu atau beberapa tujuan pembelajaran umum. Untuk mendapatkan topik yang fungsional dan efektif kita harus mempertanyakan apakah topik-topik tersebut benar-benar berfungsi secara efektif dalam mencapai tujuan. Sedangkan yang dimaksud dengan komprehensif adalah bahwa topik-topik yang dipilih hendaknya cukup luas lingkupnya.
4. Menetapkan metode dan sumber belajar untuk tiap kelompok pokok bahasan.
Proses pengembangan lebih lanjut dari topik-topik tersebut di atas adalah pengembangan program pembelajaran. Dalam proses pengembangan ini akan terlihat betapa penguasaan terhadap konsep-konsep dan generalisasi atau prinsip yang terdapat di dalam tiap bidang studi sangat diperlukan. Uraian tentang pengembangan tingkat operasional ini lebih ditekankan pada usaha guru dalam pengembangan lebih lanjut ga GBPP. Bila semua topik sudah dijabarkan menjadi sub topik, langkah selanjutnya adalah mengorganisasikan sub-sub topik ke dalam unit bahan pelajaran catur wulan/ semester.
Pengembangan kurikulum pada tingkat pembelajaran lebih spesifik merupakan kegiatan guru yang bersifat rutin. Sebagaimana pengembangan pada tingkat bidang studi, guru terlebih dahulu harus menjabarkan tujuan instruksional umum (TIU) ke dalam tujuan instruksional khushus (TIK). Selanjutnya berdasarkan rumusan TIK, guru mengembangkan alat evaluasi serta bahan atau sub bahan pelajaran. Setelah iru, barulah dipilih metode dan kegiatan yang sesuai untuk mencapai tujuan-tujuan pembelajaran khusus. Apabila hal itu telah dieujudkan, bahan-bahan atau program tersebut siap untuk dilaksanakan di dalam kelas.

Prinsip-prinsip Pengembangan Kurikulum
Ada beberapa prinsip yang dapat dijadikan acuan dalam pengembangan kurikulum, antara lain prinsip berorientasi pada tujuan, prinsip kontinuitas, prinsip fleksibilitas, dan prinsip integritas.
Prinsip berorientasi pada tujuan berkenaan bahwa setiap komponen yang dikembangkan dalam pengembangan kurikulum harus mengacu pada tujuan. Prinsip kontinuitas berkenaan dengan adanya kesinambungan materi pelajaran antar berbagai jenis dan jenjang sekolah serta antar tingkatan kelas.
Prinsip fleksibilitas berkenaan dengan kebebasan/keluwesan yang dimiliki guru dalam mengimplementasikan kurikulum dan adanya alternatif pilihan program pendidikan bagi siswa sesuai dengan minat dan bakatnya. Prinsip integritas berkenaan dengan kurikulum harus mampu membentuk manusia yang utuh.
Untuk membentuk manusia yang utuh, kurikulum diharapkan dapat mengembangkan keterampilan hidup (life skills) yang meliputi (a) keterampilan mengenal diri sendiri (self awareness) atau keterampilan personal (personal skill), (b) keterampilan berpikir rasional (thinking skill), (c) keterampilan sosial (social skill), dan (d) keterampilan akademik (academic skill), serta (e) keterampilan vokasional (vocational skill).
Sumber : Suciati, dkk. 2005. Modul Belajar dan Pembelajaran II, Jakarta Universitas Terbuka.